·
Lingkungan Fisik
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau
ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas,
sehingga memunculkan zona-zona vegetasi
tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah
Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan,
substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau
tumbuh di atas lumpur tanah liat
bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik
ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di
atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur
dengan kandungan pasir
yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang.
Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan
hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan
ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang
lebih tenang.
Yang agak serupa adalah
bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni
yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak
begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau
juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami
genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan
kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di
pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang
tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
Menghadapi variasi-variasi
kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi
mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar
gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora
spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora
apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan
bakau R. stylosa dan perepat
(Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang
lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau
zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang
masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata
dengan jenis-jenis kendeka
(Bruguiera spp.), kaboa
(Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai,
yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans),
pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera
spp.).
Pada bagian yang lebih kering di
pedalaman hutan didapatkan nirih
(Xylocarpus spp.), teruntum
(Lumnitzera racemosa), dungun
(Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta
(Excoecaria agallocha).
·
Bentuk
Adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan
beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan
organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada
pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona
terluar, mengembangkan akar tunjang
(stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia
spp.) dan pidada (Sonneratia
spp.) menumbuhkan akar napas
(pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera
spp.) mempunyai akar lutut
(knee root), sementara pohon-pohon nirih
(Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya
untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara
bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove
memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam
melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora
mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam.
Air yang terserap telah hampir-hampir tawar,
sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan
akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama
gugurnya daun. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar,
vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam
tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya
penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun
(stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga
mengurangi evaporasi
dari daun.
·
Pembiakan Hutan Mangrove
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang
biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan
jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi
kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut
membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah
yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain
itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar:
yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan
buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops)
atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan
mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada
tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di
lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada
bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke
tempat-tempat jauh.
Buah nipah
(Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di
tandannya. Sementara buah api-api, kaboa
(Aegiceras), jeruju
(Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski
tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi
meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak
semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti
ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer
jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan
sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant)
berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang
cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah
perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam
dan propagul mengambang vertikal
di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal
yang berlumpur.
Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau
0 komentar:
Posting Komentar